Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat: Peletak Dasar Negara dari STOVIA
Radjiman Wedyodiningrat selain seorang dokter juga merupakan salah satu tokoh pejuang dan pemikir pembentukan bangsa Indonesia. Dalam perjuangannya, ia lebih dikenal sebagai ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, karena ia merupakan salah satu peletak dasar negara Republik Indonesia. Sebenarnya perjuangan Radjiman telah dimulai jauh sebelum zaman jepang. Ia berjuang bersama Boedi Oetomo mempertahankan prinsip perjuangan Boedi Oetomo yang bersifat kebudayaan. Pemikiran kebangsaannya diwarnai dengan semangat mempertahankan budaya Jawa dan mengakomodasi dengan budaya lain yang datang. oleh karena itu, ia termasuk pemberi warna awal dari kebangsaan yang kemudian berkembang menjadi Indonesia.
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat lahir pada 21 April 1879 di Desa Melati, Kampung Glondongan, Kota Yogyakarta, ibunya berdarah Gorontalo. Ia mengenyam pendidikan sebagai siswa Tweede Guropese Lagere School (ELS) di Yogyakarta pada tahun 1886-1893. Beliau tamat dari Sekolah Dokter Jawa di Batavia pada 22 Desember 1898; 3. Dilanjutkan sebagai mahasiswa di School Tot Opleiding Van lnlandsche Artsen (STOVIA), sambil menangani tugas sebagai Assisten Leraar di STOVIA. Pada tanggal 5 November 1904 beliau mendapat gelar Indische Arts.
Dokter Radjiman melanjutkan belajar di Universitas Amsterdam-Nederland pada tahun 1910 dan mendapat gelar Guropees Art. Beliau juga sempat mempelajari ilmu kebidanan, penyakit wanita dan bedah serta Gudascopie Urinoir di Berlin, Jerman. Tahun 1919-1920 belajar ilmu rontgenologie di Amsterdam Nederland kemudian tahun 1931 memperdalam Gudascopie Urinoir di Paris Perancis, dan mendapat 3 sertifikat dari Paris.
Radjiman memulai karirnya sebagai seorang dokter yang bertugas di rumah sakit CBZ di Batavia. Dari Batavia, ia bertugas di berbagai daerah antara lain mengabdi sebagai dokter di Banyumas (1899), Purworejo (1899), dan Semarang (1900), Madiun (1901), Sragen (1905), dan Lawang (1905). Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi di Amsterdam sampai meraih gelar Arts (dokter) pada tahun 1910.
Keberhasilan tersebut mendudukannya sejajar dengan para dokter berkebangsaan Belanda. Sebagai dokter muda, banyak pengalaman yang diperoleh selama bertugas di berbagai daerah dan merasakan penderitaan rakyat di pedesaan. Dari sini ia mendapat inspirasi sebagai pejuang kemerdekaan. Dalam tugasnya ia sering melihat perlakuan kejam pihak penjajah terhadap penduduk pedesaan. Hal inilah yang memotivasi dirinya dan kawan-kawan untuk memperjuangkan nasib bangsanya, walaupun memerlukan waktu yang panjang untuk mewujudkannya.
Setelah bertugas di berbagai pelosok daerah, Radjiman kemudian mengajukan permohonan untuk berhenti dari pegawai pemerintah pada 1905. Setelah itu, ia kemudian mengabdikan diri dan ilmunya di Keraton Surakarta sebagai dokter keraton. Berkat pengabdian dan jasanya yang besar dalam pelayanan kesehatan di Keraton Surakarta, Pakubuwono X kemudian memberikan suatu gelar kehormatan “Kanjeng Raden Tumenggung” (KRT) dengan nama Wedyodiningrat.
Pada masa pergerakan nasional, Dr. Radjiman Wedyodiningrat merupakan salah satu di antara tokoh pergerakan nasional yang berkiprah melalui Boedi Oetomo sejak organisasi tersebut didirikan hingga berubah menjadi Partai Indonesia Raya pada 1935. Beliau menjabat sebagai ketua Boedi Oetomo pada 1914-1915.
Pada tahun 1918 ia menjadi salah seorang anggota Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan pemerintah hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931 sebagai wakil dari Boedi Oetomo. Ia juga beraktivitas dalam parlemen. Ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timboel (1926-1930). Di majalah tersebut, Radjiman banyak menulis terutama mengenai kesenian Jawa dan kawruh Jawa.
Pada zaman pendudukan Jepang, Radjiman duduk sebagai anggota Shu Sangi kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun, kemudian Radjiman diangkat menjadi anggota Chuo Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat) pada tahun 1940. Ketika Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) dibentuk, Radjiman menjadi anggota Majelis Pertimbangan Poetera. Perkembangan politik dunia pada masa pendudukan sangat cepat, setelah Jepang terdesak dalam medan perang Pasifik, Jepang kemudian memberikan janji kemerdekaan, dan salah satu wujudnya adalah membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Jawa pada akhir Mei 1945 dengan Radjiman sebagai ketuanya.
Melalui BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) inilah Radjiman berperan dalam membangun pondasi bangsa Indonesia. Sidang BPUPKI diawali pertanyaan dari Radjiman tentang dasar negara apa jika kelak Indonesia telah merdeka. Pertanyaan ini dijawab anggota BPUPKI dengan berbagai usulan tentang dasar negara, di antaranya Bung Karno dengan mengusulkan dasar negara yang ia namakan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Muhammad Yamin, Soepomo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Kepedulian sosial ia cukup tinggi terhadap kehidupan masyarakat. Karena keprihatinannya melihat kehidupan masyarakat Ngawi yang terserang penyakit Pes, Radjiman memutuskan pindah ke Ngawi pada tahun 1934, ia menetap di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren. Sejak saat itu ia mengabdikan dirinya menjadi dokter ahli pes. Kepedulian lainnya yang dilakukan oleh Radjiman adalah memberdayakan dukun bayi di Ngawi dengan memberikan pelatihan agar dapat mencegah kematian ibu saat melahirkan dan juga bayinya. Ia sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama mereka yang tidak mampu. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Kepeduliannya kepada masyarakat bukan hanya melalui keahliannya sebagai dokter, Radjiman juga ternyata memberikan pengajaran kepada anak-anak di Desa Dirgo yang tidak bisa mengenyam pendidikan.
Pada awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, sleuruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun Belanda digabung dalam DPR-RI. Pada 20 September 1952, Radjiman mengembuskan nafasnya yang terakhir. Pada tahun 2013, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat ini diberi gelar Pahlawan Nasional.
Kontributor: Zulfa Nurdina Fitri
Sumber:
Mangunwidodo, Soebaryo. 1994. Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat: Perjalanan Seorang Putra Bangsa 1879-1952. Jakarta: Yayasan Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat.
Poeze, Harry A. 2008. Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950. Jakarta: KPG.
Sugito, A.T. 1998. Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat: Hasil Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Depdikbud.
http://ikpni.or.id/pahlawan/radjiman-wedyodiningrat/ diakses 24 Agustus 2020