Profil Pemilik Tas Kulit Koleksi Museum Kebangkitan Nasional
Angka lahir pada Selasa Kliwon 13 Desember 1887 di Banjarnegara, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Prodjodiwirjo, asisten wedana di Madukara, Banjarnegara, waktu itu. Nama Angka merupakan kependekan dari Anggoro Kasih, identik dengan Selasa Kliwon. Ketika masuk STOVIA, ia menggunakan data lahir 4 Mei 1890 yang ternyata jatuh pada Minggu Kliwon. Pada masa anak-anak Angka dititipkan pada orang tua ibunya, yaitu eyang R. Santadiredja, patih di Banyumas. Ia bersekolah di Holland Indische School (HIS) selama tujuh tahun, kemudian melanjutkan di Hoogere Burger School (HBS) selama lima tahun.
Ia masuk STOVIA pada 4 Januari 1904. Dari kota kecil di Jawa Tengah, Angka mampu beradaptasi dengan lingkungan baru di Batavia. Ia sering berdiskusi tentang kondisi bangsa saat malam hari atau kala istirahat. Karena wataknya pendiam dan hati-hati, dalam organisasi Boedi Oetomo ia diangkat menjadi bendahara. Angka lulus STOVIA pada 30 Juli 1912 dengan predikat cumlaude. Atas prestasinya itu, ia menerima cenderamata dari STOVIA berupa jam saku berantai dengan gantungan terbuat dari emas dan kuku macan.
Angka pernah ditugaskan sebagai dokter pemerintah di Semarang, Sawahlunto, Bogor, Purbalingga, Brebes, Pemalang, Kendal, Banyumas, dan Purwokerto. Pada 1935 ia menangani pemberantasan penyakit frambosia di Pemalang. Pada 1954 menangani penyakit malaria di Cilacap bersama UNICEF. Angka menikah dengan R.A. Soedjiah dan dikaruniai tujuh anak, yaitu Soeprapti, Soekartini, Achmad Soeprapto, Maryani, Soeparti, Soejati, dan Soeharti. Cucunya berjumlah 14 orang. Semasa hidupnya, dr. Angka mengabdikan dirinya sebagai dokter dan pendidik. Dalam usia 85 tahun dr. Angka masih tetap melakukan tugas kemanusiaan.
Dokter Angka pernah diminta untuk menandatangani “surat pernyataan pengakuan” sebagai perintis kemerdekaan agar mendapatkan tunjangan pemerintah. Namun ia menolak karena beranggapan jasa-jasanya merupakan kewajiban dan tanggung jawab kepada pemerintah beserta rakyat Indonesia, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. “Saya merasa kecil dan tidakikut berjasa…, tutur dr. Angka.
Setelah pensiun, dr. Angka dan beberapa dokter di Purwokerto mendirikan Apotek Dwiwarna (Oktober 1949). Lokasinya di Jalan Jend. Gatot Soebroto 36, Purwokerto. Namun pada 1970 karena satu per satu pemegang sahamnya pindah dari Purwokerto, apotek itu dijual. Dokter Angka meninggal di Purwokerto pada 1975 dalam usia 88 tahun. Ia dimakamkan di Pesarean Keluarga Kebutuh Sokaraja. Nama dr. Angka kemudian diabadikan sebagai nama jalan yang melintasi rumah sakit lama di Purwokerto.
Kontributor: Zulfa Nurdina Fitri
Sumber: Pameran 9 Tokoh Pendiri Boedi Oetomo Museum Kebangkitan Nasional (2014)