KAJIAN MATERIAL BANGUNAN MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL (Bagian 1)

Gedung Kebangkitan Nasional memiliki arti sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, karena menjadi saksi peristiwa pendidikan kedokteran di Indonesia dan menjadi tempat deklarasi organisasi pergerakan nasional pertama yang bernama Boedi Oetomo. Gedung yang dibangun pada 1899 dipugar pada April 1973, karena dalam perjalanannya mengalami beberapa kali pergantian fungsi. Gedung Kebangkitan Nasional memiliki arti penting bagi Bangsa Indonesia, karena itu pada 20 Mei 1974 Presiden Soeharto meresmikan dan menetapkannya sebagai tempat pembinaan karakter dan jati diri bangsa generasi muda. Pada 17 Februari 1984 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memfungsikan gedung tersebut sebagai Museum Kebangkitan Nasional.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 252/M/2013, bangunan Museum Kebangkitan Nasional ditetapkan sebagai cagar budaya dengan peringkat nasional. Surat keputusan tersebut mengharuskan bangunan Museum Kebangkitan Nasional dilestarikan dan dirawat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Gambar 1. Pemugaran Gedung Kebangkitan Nasional April 1973

Pengelola museum menilai tembok pada bangunan Museum Kebangkitan Nasional menjadi salah satu bagian yang membutuhkan penanganan khusus, karena bahan materialnya berbeda dengan bahan material tembok saat ini. Untuk itu konservator menilai perlu dilakukan kajian tembok bangunan museum, sehingga dimasa datang proses penanganannya dilakukan dengan baik dan benar.

Pengambilan sampel material tembok (mortar) dilakukan pada bagian atas bangunan Museum Kebangkitan Nasional, dengan asumsi mortar pada bagian tersebut, sama dengan material pada saat pertama kali dibangun. Pengambilan sampel mortar dilakukan di gedung bagian depan dan gedung bagian tengah, sehingga didapatkan dua sampel dari tempat yang berbeda sehingga data hasil analisanya bisa dibandingkan.

Sampel mortar bangunan Museum Kebangkitan Nasional dianalisa di laboratorium Balai Konservasi Borobudur, dengan melakukan 5 (lima) uji analisis yaitu, uji analisa X-ray fluorescence spectrometry (XRF), uji fisik (porositas dan densitas), uji kuat tekan, uji gravimetri, dan  uji scanning electron microscope  (SEM).

Gambar 2. (a) Sampel I Mortar gedung Museum Kebangkitan Nasional (b) Sampel II Mortar gedung Museum Kebangkitan Nasional

Komposisi material mortar bisa diketahui dengan menggunakan larutan asam klorida atau HCL 2N dan uji XRF. Berdasarkan uji analisis dengan menggunakan dua metode tersebut, didapatkan hasil bahwa material penyusun mortar bangunan MuseumKebangkitan Nasional adalah  kapur, bubukan bata, dan pasir.

Kandungan pasir rata-rata sebesar 51,66%, kandungan kapur dalam mortar rata-rata sebesar 22,50%, dan kandungan bubukan bata yang bercampur dengan debu sebesar 25,84%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa mortar bangunan Museum Kebangkitan Nasional tidak mengandung semen, dengan material penyusun mortar terdiri dari pasir, kapur, dan bubukan bata dengan komposisi 2:1:1.

Berdasarkan material penyusunnya, mortar pada bangunan Museum Kebangkitan Nasional masuk dalam kategori mortar kapur. Mortar kapur tersebut terdiri dari material pengikat atau binder berupa kapur jenis kalsit (CaCO3) dan material agregat atau material pengisi  utama berupa pasir, bubukan bata dan debu.

Gambar 3. (a) Proses penimbangan sampel pasir (b) Proses penimbangan sampel debu

Uji kuat tekan pada mortar dilakukan untuk mengetahui kekuatan atau tegangan/gaya maksimum yang dapat diterima oleh mortar tanpa merusak mortar tersebut. Hasil uji kuat tekan sampel mortar rata rata atau tegangan maksimum (maximum stress) adalah 0,30 kgf/mm2. Nilai hasil kuat tekan mortar relatif kecil dikarenakan sampel mortar yang sudah rapuh, mengingat usia bangunan yang sudah lebih dari 100 tahun.

Gambar 4. Proses uji kuat tekan sampel mortar

Uji Fisik pada mortar dilakukan untuk mengetahui kerapatan (densitas) serta ruang kosong (porositas) dari mortar yang diuji. Densitas dan porositas dari suatu benda dapat diketahui dengan mengukur berat natural, berat kering, berat jenuh, dan volume dari benda atau material tersebut. Hasil uji fisik didapatkan hasil rata-rata densitas sebesar 1,43 g/cm3, rata- rata porositas sebesar 34,61% dan rata-rata angka pori sebesar 52,95%.

Gambar 5. Proses uji fisik sampel mortar

Analisis Gravimetri dilakikan untuk mengetahui kadar karbonat (CO3) pada sampel mortar. Analisis Gravimetri dilakukan karena kadar CO3 tidak terdeteksi melalui analisis XRF.  Data analisis gravimetri % CO3 pada sampel mortar I adalah 11,87% dan pada sampel mortar II adalah 15,85%, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar karbonat pada kedua sampel relatif sama.

Uji SEM dilakukan untuk mengamati permukaan mortar secara langsung, dengan menggunakan mikroskop elektron. Sampel yang akan dianalisis menggunakan SEM harus bersifat konduktif (menghantarkan listrik) sehingga apabila sampel tidak bersifat konduktif maka perlu dilakukan pelapisan dengan Au (emas) menggunakan alat Sputtering . Berdasarkan uji analisis SEM terlihat pada sampel mortar terdapat celah / pori dengan ukuran 6,00 µm dan 2,94 µm.

Gambar 6. (a) Hasil Uji SEM Sampel Mortar dengan Perbesaran 500 kali (b) Hasil Uji SEM Sampel Mortar I dengan Perbesaran 1000 kali

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *