Sekolah Dokter Djawa (1851-1902)
Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Djawa adalah pertimbangan Gubernur Jenderal Duymaer van Twist untuk mendirikan sekolah khusus petugas vaksin guna menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan di wilayah Karesidenan Banyumas. Akibat wabah ini, kematian di Pulau Jawa mencapai 1/3 penduduk. Pemerintah Hindia Belanda khawatir angka kematian penduduk yang tinggi, akan berdampak pada hasil panen perkebunannya. Sulitnya mendapatkan tenaga medis dan mahalnya biaya mendatangkan tenaga medis dari Belanda, membuat Dokter Willem Bosch mencetuskaskan gagasan mendidik pemuda bumiputera untuk menangani masalah kesehatan di wilayahnya.
Pendidikan kedokteran ini resmi didirikan pada 1 Januari 1851, dengan membuka Onderwijs van Inlandsche èléves voor de geneeskunde en vaccine atau Pendidikan Kedokteran dan Vaksin Anak-Anak Bumiputera di Rumah Sakit Militer Weltevreden (sekarang RSPAD). Dokter Pieter Bleeker ditunjuk sebagai Direktur Sekolah, yang bertanggung jawab mengelola kegiatan pendidikan yang diikuti oleh 12 pemuda dari Jawa. Pendidikan berlangsung selama 2 tahun dengan materi pelajaran meliputi prinsip-prinsip berhitung, ilmu ukur, geografi, astrologi, ilmu kimia anorganik, ilmu alam, ilmu perkakas, geologi, ilmu tanaman, ilmu hewan, anatomi dan fisiologi, patologi, kebianan dan ilmu bedah (khususnya keseleo, sambung tulang dan hernia). Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran. Pelajaran vaksinasi menjadi pelajaran prioritas, karena siswa yang telah lulus akan menangani berbagai penyakit yang selalu muncul di masyarakat, seperti cacar, kolera dan disentri. Pendidikan ini bernama Dokter Djawa, karena hingga 1854, sekolah ini hanya menerima siswa dari pulau Jawa. Baru pada 1856, Sekolah Dokter Djawa menerima siswa diluar jawa, yakni 2 pemuda dari Pantai Barat Sumatera, dan 2 pemuda dari Minahasa.
Reorganisasi Pendidikan Dokter Djawa pertama dilakukan pada 1864, karena lulusannya dinilai tidak sesuai harapan. Masa Pendidikan yang dulunya 2 tahun, dirubah menjadi 3 tahun, dengan masa persiapan 2 tahun dan 1 tahun belajar kedokteran. Reorganisasi dilakukan kembali pada 1875, dengan merubah kembali masa pendidikan menjadi 7 tahun, yakni 2 tahun persiapan, dan 5 tahun masa belajar kedokteran. Reorganisasi pendidikan dilakukan kembali pada 1881, masa pendidikan Dokter Djawa menjadi 3 tahun masa persiapan dan 6 tahun masa belajar kedokteran. Selain itu, reorganisasi juga terjadi pada bahasa pengantar sekolah, Bahasa Belanda menjadi bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar. Dampaknya banyak siswa yang terpaksa keluar, mencapai angka 70% pelajar, karena tidak bisa mengikuti pelajaran dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Maka, mulai 1890 Sekolah Dokter Djawa hanya menerima siswa tamatan sekolah dasar Belanda.